Minggu, 09 Desember 2012

Surga Tersembunyi di Pulau Kadidiri, Togean

Mungkin masih banyak yang bertanya-tanya dimana kah letak Pulau Kadidiri dan ada apa saja disana, Kadidiri merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Togean, bagi kalangan penyelam, nama tempat ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Selain akses yang sulit dengan jadwal kapal penyebrangan yang tidak menentu, juga minimnya informasi menjadi kendala tersendiri untuk mengunjungi tempat yang menyimpan banyak keindahan tersembunyi ini, terutama alam bawah lautnya. Kepulauan ini termasuk kedalam wilayah Taman Nasional sejak diresmikan pada tahun 2004, dan secara administratif termasuk kedalam wilayah Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah.

Untuk menuju Pulau Kadidiri, dapat ditempuh dengan beberapa cara, jika dari Palu dapat menggunakan travel menuju Ampana via Poso yang memakan waktu sekitar 8 jam, Ampana merupakan Ibukota Kabupaten Tojo Una-Una. Dari Ampana, dilanjutkan menyeberang dengan kapal kayu berukuran besar menuju Wakai yang memakan waktu sekitar 4 jam. Dari Wakai biasanya akan dijemput oleh pihak penginapan untuk melanjutkan penyebrangan ke Pulau Kadidiri sekitar 30 menit. Cara selanjutnya adalah menggunakan kapal ferry dari Gorontalo, sebaiknya pastikan terlebih dahulu jadwal ferry menuju Wakai karena kapal ferry yang menuju Wakai dari Gorontalo tidak setiap hari tetapi hanya 2 kali dalam seminggu. Lama waktu tempuh penyebrangan dari Gorontalo ke Wakai sekitar 12 jam tergantung kondisi cuaca. Hubungi pihak penginapan terlebih dahulu agar mereka menjemput setiba di Wakai, juga untuk memastikan ketersediaan kamar penginapan di Kadidiri.
Kapal kayu yang akan membawa kita dari Ampana menuju Wakai

Rabu, 14 November 2012

Dalam hitam putih Malioboro

Beberapa potret pada suatu malam di seputaran Jalan Malioboro, Yogyakarta

Seorang anak terlihat sedang menunggu dipinggir palang pintu kereta menunggu kereta lewat

Menanti dipersimpangan jalan

Suguhan live music oleh seniman jalanan

Seorang tukang becak yang sedang beristirahat melepas lelah diatas becaknya

Para pahlawan kebersihan Malioboro

Disini ada "Jual Pulsa"

Alunan sendu mengharap belas kasih

Deretan andong yang sedang parkir siap membawa pengujung untuk berkeliling di sekitar Malioboro

Hiburan musik jalanan

Duduk termenung, entah apa yang sedang dipikirkan

Mungkin sedang berfikir kemana akan pulang

Alternatif agar terhindar dari kemacetan dan ramainya kawasan Malioboro, bersepeda

Anak-anak bermain sepeda, ikut serta meramaikan Malioboro

Andong

Romantisme tak lekang oleh waktu

Terus melaju dengan sepeda kumbang
Bertemu dengan Mbah Boncel, di umur yang sudah tidak muda lagi beliau pernah melintasi Sabang hingga Merauke dengan bersepeda

Mbah Boncel dan sepedanya

Kamis, 18 Oktober 2012

Sehari menikmati keindahan Bromo


Kali ini saya akan membagi sedikit cerita perjalanan saya melihat kecantikan gunung Bromo yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Dari jakarta menuju Bromo bisa melalui Surabaya kemudian melewati Probolinggo atau dari Malang melewati Tumpang kemudian Desa Ngadas dan saya memutuskan untuk melalui jalur Malang-Tumpang-Ngadas. Sebenarnya ini perjalanan sudah berbulan-bulan yang lalu, tetapi baru sekarang semangat buat menuangkannya dalam sebuah tulisan, hehe.

Senin, 14 Mei 2012 kebetulan sedang libur sehabis UAS, nah daripada hanya diam dirumah ya seperti biasa, sudah menjadi kebiasaan jika waktu libur tiba, kaki rasa-rasanya gatal kalau hanya berdiam diri dirumah. Mulailah saya mengajak sana-sini, dadakan memang merencanakan ke Bromo kali ini, akibatnya ya tidak ada seorangpun yang bisa menyempatkan diri untuk ikutan, malah merencanakan berangkatnya untuk jauh-jauh hari kedepan, waduh. Akhirnya terpaksa jalan sendiri juga, ini pertama kalinya saya mengunjungi suatu tempat seorang diri, ya nekat aja, sekali-sekali tak apalah cobain jadi solo traveler, daripada gak jalan, pikir saya. Langsung saya mencari segala informasi menyangkut rute, penginapan, dan berbagai tempat menarik yang harus dikunjungi disana tentunya.

Atas rekomendasi seorang teman, saya mendapatkan nomor telfon Pak Mulyadi, beliau menyediakan penginapan dan jasa penyewaan jeep untuk berkeliling kawasan Bromo dan memang untuk mengeksplor kawasan Bromo pengunjung (biasanya) wajib menyewa jeep yang banyak disewakan oleh penduduk lokal, harganya bervariasi antara 300-700 ribu tergantung berapa tempat yang akan dikunjungi dan tergantung nego tentunya. Awalnya saat saya hubungi Bu Mul yang mengangkat telfon, istri Pak Mulyadi, orangnya ramah, bahkan sebelum bertemu pun, dari suara telfon saja saya sudah dapat meramalkan bahwa ibu-ibu yang sedang berbicara dengan saya melalui telfon ini memang benar-benar ramah aslinya. Setelah bertanya-tanya bagaimana cara untuk sampai di Ngadas, desa tempat dimana rumah Pak Mulyadi berada, juga desa terakhir yang dilewati jika pengunjung melewati jalur Malang, lumayan jauh juga ternyata, dari Stasiun Malang naik angkot ke Terminal Arjosari, lalu dari Terminal Arjosari nyambung naik angkot lagi menuju Tumpang, kemudian dari Tumpang ke Ngadas bisa dengan menumpang truk sayuran atau naik ojek yang biasanya seharga 50 ribu, bilang saja ke rumah Pak Mulyadi, rata-rata ojek di Tumpang tau dimana rumah Pak Mul karena beliau sendiri adalah mantan Kepala Desa di Ngadas.

Begitu hari H saya berangkat menggunakan kereta api dari Stasiun Gambir, Bu Mul menelfon, kabar baik datang, saya tidak perlu repot mencari angkutan umum setiba di Stasiun Malang, Pak Mulyadi sendiri yang akan menjemput karena sekalian akan mencari onderdil jeep yang harus dibeli di Kota Malang. Wah kebetulan sekali, daripada menolak rezeki yasudah saya mengiyakan apa yang dikatakan Bu Mul. Singkat cerita saya pun berangkat dengan Kereta Api Gajayana menuju Malang, sesampai di Malang dijemput oleh Pak Mulyadi menggunakan motor dan langsung menuju Ngadas. Perjalanan dari Malang sendiri menuju Desa Ngadas memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan jika menggunakan motor.

Awal perjalanan dari Kota Malang sampai ke Tumpang jalanan masih biasa dan sedikit berkelok-kelok dan naik-turun. Begitu tiba di Tumpang menuju Ngadas jalanan mulai menanjak terjal, lama-kelamaan semakin keatas semakin sejuk, hamparan hijau pegunungan menghibur pandangan mata, semakin dekat dengan desa Ngadas dikiri-kanan semakin banyak terlihat kebun-kebun dengan kontur permukaan berbukit-bukit milik masyarakat sekitar.
Pemandangan begitu tiba di Desa Ngadas

Kamis, 24 Mei 2012

Ujung Kulon

Dermaga Taman Jaya, menuju Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon.
Mampir dulu di Pulau Handeuleum
Sekitaran Pulau Handeuleum
Ganti armada, naik sampan menuju sungai Cigenter
Menyusuri sungai, eh rawa sih lebih tepatnya, Cigenter
Trekking menuju Tanjung Layar, Ujung Kulon
Tiba di Tanjung Layar
Tanjung Layar
Beralih ke padang pengembalaan Cidaon
Senja di ujung barat Pulau Jawa

Sabtu, 05 Mei 2012

Trip singkat ke Pulau Sempu, Malang

Berawal dari ajakan seorang teman di Surabaya, Adun, hari senin tanggal 30 April 2012, akhirnya terealisasikan juga perjalanan ke Malang untuk selanjutnya menuju Pulau Sempu yang terletak di Malang bagian selatan. Dikarenakan hari kamis sudah harus berada di Jakarta kembali, saya dan Iqbal, seorang teman saya dari jakarta akhirnya memilih untuk menggunakan pesawat menuju ke Malang, dengan pertimbangan lain juga karena tiket pesawat ternyata lebih murah daripada tiket kereta api eksekutif, plus juga mempertimbangkan efisiensi waktu. Singkat cerita menjelang tengah hari kami tiba di Bandar Udara Abdul Rachman Saleh, Malang dengan lama penerbangan sekitar 1 jam lebih Jakarta-Malang.

Dan begitu tiba di Malang, ternyata teman saya yang dari Surabaya baru bisa berangkat menuju Malang pukul 10 malam karena juga masih menunggu kepastian dari temannya, nah jadilah saya dan Iqbal bingung karena jam 10 malam masih sangat lama sementara kami sudah tiba di Malang pada tengah hari. Setelah makan siang dulu di sebuah Warung Padang di kawasan Bandara Abdul Rachman Saleh, akhirnya kami memutuskan untuk mencari penginapan untuk beristirahat sembari menunggu teman saya yang dari Surabaya. Kami mendapat penginapan di "Simpang Homestay" yang beralamat di jalan Simpang Borobudur no.41 Malang. Walau berupa homestay biasa, tapi ternyata didalamnya bersih dan rapi, kelihatan memang kalau penginapan tersebut walaupun murah tapi terawat, tidak seperti biasanya penginapan kelas bawah yang memang "berpenampilan" alakadarnya. Tarif kamar 100 ribu permalam untuk kelas ekonomi, tidak ada AC tidak ada kipas angin dan kamar mandi diluar, 120 ribu  permalam untuk kelas standart dan yang ber-AC 140 ribu permalam. Tentunya pilihan kami jatuh di pilihan pertama, 100 ribu permalam, kerena hanya numpang istirahat beberapa jam saja sampai tengah malam nanti, dan rasanya tidak butuh kamar ber-AC di Malang yang memang bercuaca sejuk.

Ternyata baru pukul setengah 3 pagi teman saya Adun beserta temannya, Wahyu, tiba di Malang karena berangkat dari Surabaya sudah jam 12 lewat dengan menggunakan 2 motor. Setelah mandi, beres-beres, kemudian check out dari penginapan, saya, Iqbal, Adun, dan Wahyu lalu melanjutkan perjalanan ke Pantai Sendang Biru tempat menyeberang ke Pulau Sempu. Sempat mampir dulu di minimarket untuk belanja logistik selama di Pulau Sempu, jam menunjukkan pukul setengah 4 pagi, sedangkan dari Malang menuju Sendang Biru lama perjalanan sekitar 3 jam, diluar masih gelap gulita, cuaca dingin menusuk dan kabut tebal menjadi teman di sepanjang perjalanan. brrrrrrrrr

Sampai di Sendang Biru pukul setengah 7 pagi, setelah sarapan dan melapor kami langsung menyeberang dengan menggunakan kapal nelayan setempat dengan biaya 100 ribu PP yang memakan waktu sekitar 15 menit. Namun perjalanan masih harus dilanjutkan dengan trekking menuju Telaga Segara Anakan yang jika dalam kondisi kering berkisar sekitar 2 jam, namun jika kondisi trek sedang basah sehabis hujan misalnya, lama trekking bisa sampai 4 jam atau bahkan lebih, jadi sangat disarankan untuk memakai sepatu saat akan trekking untuk memudahkan perjalanan.

Lumayan berasa (ngos-ngosannya) trekking dengan kondisi jalan yang tidak terlalu basah tapi juga tidak terlalu kering, sesekali sempat (hampir) terpeleset akibat licinnya medan, baju dijamin basah bermandikan keringat, ya lumayan lah buat pemula seperti saya. Ditengah perjalanan kami bertemu dengan Pak Gito, dengan memikul 2 karung sampah botol bekas air mineral, sempat bercerita sejenak dengan Pak Gito sambil istirahat sejenak, kata teman saya yang sudah beberapa kali kesini sekarang kondisi nya lebih bersih dari sampah, ya berterimakasih lah kepada orang-orang seperti Pak Gito, kadang kita suka lupa bertanggung jawab memang kalau urusan membuang sampah.
Mulai trekking
Baru juga jalan, langsung nanjak
Ini yang namanya Pak Gito
Bebannya sekitar 20 kilo
Masuk hutan trekking sekitar 2 jam akhirnya nemu pemandangan beginian, aaahhhh
Nah begini jadinya klo gak pake sepatu
Selamat datang di Telaga Segara Anakan, Pulau Sempu
Saat kami tiba tidak ada seorang pun di Telaga Segara Anakan, serasa sedang berada di pantai pribadi, matahari bersinar terik saat siang itu pun tak mengurungkan niat saya untuk buru-buru nyebur. Dibalik bukit karang langsung menuju lautan lepas, berbeda dengan Telaga Segara Anakan, dibalik tebing karang ombak-ombak besar menghempas bebatuan karang, harap berhati-hati saat sedang menyusuri bebatuan karang, karena beberapa kali pernah terjadi kecelakaan akibat terjatuh saat berjalan diatas bebatuan karang.
Kegiatan utama yang dapat dilakukan di Telaga Segara Anakan apalagi kalau bukan berenang berenang berenang dan berenang, setelah sempat istirahat tidur siang sambil melepas lelah akibat perjalanan panjang menuju kesini, pada sore hari tiba rombongan lain yang berasal dari Bandung yang berjumlah 3 orang serta setelah itu tiba lagi rombongan anak sekolahan yang ternyata, membawa rombongan 1 RT, kelihatannya sedang mengadakan acara perpisahan kelas dengan mengunjungi Pulau Sempu.
Malam hari di Pulau Sempu, cahaya bulan yang terang, api unggun, dan tentu saja kopi, menemani kami berbincang-bincang melewati malam di pulau ini. Bangun di pagi hari, setelah  sarapan baru kemudian menjelang siang kami sudah siap-siap untuk kembali pulang, kunjungan selama 2 hari 1 malam ke Pulau Sempu ini memang dirasa begitu singkat, jika saja tidak sedang ada keperluan pastilah saya tidak akan mau beranjak buru-buru dari surga yang tersembunyi ini, semoga suatu hari nanti bisa kembali lagi, sampai bertemu, Segara Anakan.