Jumat, 18 Januari 2013

Pulau Nasi, Menanti Untuk Dikunjungi

Bangun pagi kemudian langsung mengemaskan pakaian kedalam ransel, lagi-lagi perjalanan dadakan, sebenarnya tidak begitu mendadak, karena sudah jauh-jauh hari merencanakan perjalanan ini, namun karena belum begitu berjodoh soal waktu dengan teman-teman lain, jadilah perjalanan solo (lagi) hehe. Kebetulan juga sedang pulang kampung ke Aceh dan tujuannya tidak begitu jauh dari Banda Aceh, yaitu Pulau Nasi. Mendengar nama Pulau Nasi terasa agak asing ditelinga beberapa orang termasuk orang Aceh sendiri, tidak jarang pula yang bertanya dimanakah letak Pulau Nasi, sama hal nya seperti saya yang awalnya mengira Pulau Nasi ini sama dengan Pulau Breuh, namun ternyata berbeda.
Map hasil pencarian di Google ini yang menjadi panduan saya ke beberapa tempat di Pulau Nasi
Pulau Nasi adalah sebuah Pulau yang secara administratif masuk dalam Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar beserta dengan Pulau Breuh dan beberapa Pulau kecil lainnya. Pulau Breuh dan Pulau Nasi adalah 2 Pulau yang terbesar diantara pulau-pulau lainnya yang terletak dalam kawasan ini.

Untuk menuju Pulau Nasi dapat menggunakan Public Boat dari Ulee Lheue yang berangkat dari dermaga kecil di Taman Kuliner Ulee Lheue setiap hari pada jam setengah 2 siang, atau dengan menggunakan Kapal Ferry yang berukuran lebih kecil dari ukuran Kapal Ferry biasanya yaitu KM. Papuyu yang berangkat dari Pelabuhan Ulee Lheue. Jadwal keberangkatan KM. Papuyu dari Ulee Lheue ke Pulau Nasi setiap hari selasa, kamis, sabtu, dan minggu.

Untuk jam keberangkatan KM. Papuyu ini tidak menentu, biasanya jika berangkat pagi antara jam 8 s/d jam 10 atau jika siang hari sekitar jam setengah 2 siang. Untuk berkunjung ke Pulau Nasi, sebaiknya membawa sepeda motor dari Banda Aceh, karena di Pulau Nasi sendiri tidak terdapat penyewaan sepeda motor dan juga untuk memudahkan berkeliling mengeksplorasi beberapa tempat di Pulau Nasi.

Ongkos jika menggunakan Public Boat dari Ulee Lheue ke Pulau Nasi perorang 10 ribu, motor 10 ribu, dan jasa angkut motor ke boat sebesar 10 ribu, jadi total 30 ribu. Ada 2 public boat yang berangkat dari ULee Lheue yang masing-masing menuju Desa Deudap dan Desa Lamteng di Pulau Nasi. Penyebrangan ke Desa Deudap lebih cepat daripada ke Desa Lamteng, jika menaiki boat ke Deudap hanya memakan waktu sekitar 45 menit, untuk ke Desa Lamteng penyebrangan memakan waktu sekitar 1 jam 15 menit, keduanya juga tergantung dengan kondisi cuaca dan gelombang pada saat penyebrangan.

Singkat cerita setelah melewati gelombang dan arus lautan serta cuaca yang kurang bersahabat selama 1 jam dan 15 menit sampailah di dermaga Desa Lamteng. Hujan gerimis menyambut kedatangan saya saat tiba di Lamteng, segera saya bergegas menggunakan sepeda motor menuju rumah Pak Geuchik untuk melapor dan berteduh terlebih dahulu. Pak Ibrahim, Geuchik Desa Lamteng beserta istri Bu Halimah dengan ramah menyambut kedatangan saya dirumah mereka, setelah memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud kedatangan saya, serta panjang lebar menanyakan berbagai hal tentang Pulau Nasi, tak terasa hari sudah sore, saya berpamitan pada Pak Geuchik untuk selanjutnya melapor pada Koramil setempat yang letaknya tak jauh dari rumah Geuchik Desa Lamteng.
Pantai Nipah
Pantai Nipah
Bekas bangunan yang dulunya akan dijadikan penjara bagi mantan kombatan GAM namun tidak sempat terpakai karena hancur diterpa tsunami
Bangunan cottage di Desa Nipah yang kini ditinggali oleh warga setempat
Oh ya, jika berkunjung ke Pulau Nasi sebaiknya melapor pada Geuchik atau Kantor Koramil setempat terlebih dahulu, hal ini karena fasilitas di Pulau Nasi ini masih sangat kurang, jadi saat melapor tanyakan lah dimana sebaiknya menginap, biasanya akan ditawarkan menginap dirumah warga, atau jika ramai bisa menginap di Meunasah atau Mushalla, atau pilihan terakhir bisa menginap di Kantor Koramil. Saya sendiri setelah melapor Geuchik dan Koramil lalu ke warung kopi setelah ngobrol-ngobrol dengan warga setempat, beruntung ada warga yang berbaik hati menawarkan tempat untuk menginap sekaligus meluangkan waktu untuk menemani saya selama berada di Pulau Nasi. 

Masyarakat di Pulau Nasi sebagian besar bermata-pencaharian sebagai nelayan dan juga berkebun, beberapa ada juga yang membuka warung atau kedai yang menjual berbagai bahan kebutuhan pokok. Saat saya mengunjungi Pulau Nasi, sedang ada pembangunan jalan aspal yang sudah rampung hampir 70 %, mungkin selanjutnya jika mengunjungi Pulau Nasi jalanan sudah diaspal seluruhnya, hal ini tentu akan lebih memudahkan, mengingat saat ini jalanan yang masih belum diaspal jika hujan turun maka akan sedikit menyulitkan pengendara kendaraan bermotor.
Ujung Umpe
Ujung Umpe
Mercusuar di Ujung Umpe
Ujung Umpe
Pantai ini terletak di Desa Deudap, tak jauh dari Ujung Umpe
Pantai Desa Deudap, sayang banyak sampah-sampah kayu bertebaran
Pantai Desa Deudap
Sebenarnya waktu terbaik untuk berkunjung ke Pulau Nasi adalah sekitar bulan Maret sampai Agustus saat musim penghujan sudah mulai reda, jadi tidak heran ketika akhir Desember yang lalu saya ke Pulau Nasi dihadapkan dengan cuaca yang kurang bersahabat dan gelombang tinggi saat menyebrang dari Ulee Lheue.
Teluk Lamtadu, yang terletak di Desa Lubok
Teluk Lamtadu
Lamtadu
Pasi Janeng
Dulunya saat masa konflik Pulau ini terkenal dengan markas latihan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), juga terkenal dengan nyamuk malaria nya jadi untuk berjaga-jaga lebih baik membawa obat oles anti nyamuk dan untuk pencegahan minum pil kina atau obat anti malaria apapun sebelum mengunjungi Pulau Nasi, dan yang terakhir, Pulau ini juga terkenal dengan ladang ganja. Entah benar atau tidak, saya tergelitik untuk menanyakan hal terakhir tersebut pada warga setempat saat duduk-duduk santai di warung kopi, ada yang berkata bahwa saat masa konflik sempat terjadi pertukaran 2 kapal berisi ganja dengan 1 kapal berisi senjata dan transaksi tersebut dilakukan di sekitar Pulau Bunta yang terletak tidak jauh dari Pulau Nasi, sekali lagi entah benar atau tidak, tetapi begitulah kabar yang sering berhembus tentang Pulau ini dahulunya.
Pantai Pasi Mataie
Karena masih belum ada jalan yang bisa dilalui oleh sepeda motor, untuk menuju Pasi Raya dari Pasi Mataie yang letaknya bersebelahan harus berjalan kaki melalui pinggiran pantai berbatuan seperti ini
Tampak garis pantai yang panjang tersebut adalah Pantai Pasi Raya
Pantai Pasi Raya
Pantai Pasi Raya
Pantai Pasi Raya
Pantai Pasi Raya
Seharian mengelilingi beberapa tempat di Pulau Nasi ditutup oleh sunset yang cantik di Pasi Mataie
Senja Pasi Mataie

Mungkin banyak cerita-cerita aneh lainnya tentang Pulau Nasi ini yang membuat orang luar jarang atau bahkan enggan untuk datang kesini dan membuat pulau ini menjadi sedikit terisolir. Padahal dibalik itu semua, Pulau ini menyimpan potensi keindahan alam yang luar biasa. Sekarang keadaan tentu berbeda, kondisi Pulau Nasi tidak seseram yang dibayangkan, masyarakat disana menyambut baik jika ada tamu yang datang atau bahkan butuh tempat untuk menginap, sebenarnya dimanapun kita berada selama kita menghormati aturan setempat dan berperilaku sopan, pasti akan diterima dengan tangan terbuka. Jika wisatawan yang datang ke Aceh sudah terlalu sering ke Sabang dan ingin melihat sudut keindahan Aceh lainnya, Pulau Nasi ini bisa menjadi pilihan perjalanan anda selanjutnya. ☺

2 komentar:

  1. keren lokasinya, jadi penasaran deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. gak terlalu jauh kok dari banda aceh, mulai maret nanti pas cuaca mulai teduh cocok buat kesana om :D

      Hapus