Kali ini saya akan membagi sedikit cerita perjalanan saya melihat kecantikan gunung Bromo yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Dari jakarta menuju Bromo bisa melalui Surabaya kemudian melewati Probolinggo atau dari Malang melewati Tumpang kemudian Desa Ngadas dan saya memutuskan untuk melalui jalur Malang-Tumpang-Ngadas. Sebenarnya ini perjalanan sudah berbulan-bulan yang lalu, tetapi baru sekarang semangat buat menuangkannya dalam sebuah tulisan, hehe.
Senin, 14 Mei 2012 kebetulan sedang libur sehabis UAS, nah daripada hanya diam dirumah ya seperti biasa, sudah menjadi kebiasaan jika waktu libur tiba, kaki rasa-rasanya gatal kalau hanya berdiam diri dirumah. Mulailah saya mengajak sana-sini, dadakan memang merencanakan ke Bromo kali ini, akibatnya ya tidak ada seorangpun yang bisa menyempatkan diri untuk ikutan, malah merencanakan berangkatnya untuk jauh-jauh hari kedepan, waduh. Akhirnya terpaksa jalan sendiri juga, ini pertama kalinya saya mengunjungi suatu tempat seorang diri, ya nekat aja, sekali-sekali tak apalah cobain jadi solo traveler, daripada gak jalan, pikir saya. Langsung saya mencari segala informasi menyangkut rute, penginapan, dan berbagai tempat menarik yang harus dikunjungi disana tentunya.
Atas rekomendasi seorang teman, saya mendapatkan nomor telfon Pak Mulyadi, beliau menyediakan penginapan dan jasa penyewaan jeep untuk berkeliling kawasan Bromo dan memang untuk mengeksplor kawasan Bromo pengunjung (biasanya) wajib menyewa jeep yang banyak disewakan oleh penduduk lokal, harganya bervariasi antara 300-700 ribu tergantung berapa tempat yang akan dikunjungi dan tergantung nego tentunya. Awalnya saat saya hubungi Bu Mul yang mengangkat telfon, istri Pak Mulyadi, orangnya ramah, bahkan sebelum bertemu pun, dari suara telfon saja saya sudah dapat meramalkan bahwa ibu-ibu yang sedang berbicara dengan saya melalui telfon ini memang benar-benar ramah aslinya. Setelah bertanya-tanya bagaimana cara untuk sampai di Ngadas, desa tempat dimana rumah Pak Mulyadi berada, juga desa terakhir yang dilewati jika pengunjung melewati jalur Malang, lumayan jauh juga ternyata, dari Stasiun Malang naik angkot ke Terminal Arjosari, lalu dari Terminal Arjosari nyambung naik angkot lagi menuju Tumpang, kemudian dari Tumpang ke Ngadas bisa dengan menumpang truk sayuran atau naik ojek yang biasanya seharga 50 ribu, bilang saja ke rumah Pak Mulyadi, rata-rata ojek di Tumpang tau dimana rumah Pak Mul karena beliau sendiri adalah mantan Kepala Desa di Ngadas.
Begitu hari H saya berangkat menggunakan kereta api dari Stasiun Gambir, Bu Mul menelfon, kabar baik datang, saya tidak perlu repot mencari angkutan umum setiba di Stasiun Malang, Pak Mulyadi sendiri yang akan menjemput karena sekalian akan mencari onderdil jeep yang harus dibeli di Kota Malang. Wah kebetulan sekali, daripada menolak rezeki yasudah saya mengiyakan apa yang dikatakan Bu Mul. Singkat cerita saya pun berangkat dengan Kereta Api Gajayana menuju Malang, sesampai di Malang dijemput oleh Pak Mulyadi menggunakan motor dan langsung menuju Ngadas. Perjalanan dari Malang sendiri menuju Desa Ngadas memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan jika menggunakan motor.
Awal perjalanan dari Kota Malang sampai ke Tumpang jalanan masih biasa dan sedikit berkelok-kelok dan naik-turun. Begitu tiba di Tumpang menuju Ngadas jalanan mulai menanjak terjal, lama-kelamaan semakin keatas semakin sejuk, hamparan hijau pegunungan menghibur pandangan mata, semakin dekat dengan desa Ngadas dikiri-kanan semakin banyak terlihat kebun-kebun dengan kontur permukaan berbukit-bukit milik masyarakat sekitar.
 |
Pemandangan begitu tiba di Desa Ngadas |
 |
Permukaan yang berbukit dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam |
 |
Desa Ngadas |
Tiba di desa
Ngadas, langsung menuju rumah Pak Mul tempat saya menginap dan setelah
berbincang sesaat dengan keluarga Pak Mulyadi saya memutuskan untuk berkeliling
sekitar, Pak Mul dan Bu Mul saat itu sedang bersiap untuk menuju Malang kembali
guna menjual hasil ladang berupa kentang dan sayur-mayur lainnya.
Siang itu,
kira-kira sekitar jam 2 siang, kabut tebal sudah mulai turun, udara sejuk pun
mulai menusuk, siang saja begini gimana nanti malam harinya ya, saya bergumam
didalam hati. Saat berkeliling saya sempatkan mampir di sebuah warung,
bercengkrama dengan warga yang juga sedang ramai berada ditempat tersebut. Desa
Ngadas sedang sepi-sepinya dari wisatawan yang datang, tapi sesekali saya
melihat beberapa jeep berisi rombongan yang akan mendaki Puncak Semeru, memang
harus melewati Desa Ngadas terlebih dahulu bagi para pendaki gunung yang akan
menuju Ranu Pani dari Tumpang, terbesit keinginan suatu waktu nanti saya pasti
akan berkunjung juga di Mahameru yang merupakan puncak tertinggi di Pulau Jawa
itu, mudah-mudahan. Setelah beberapa lama menghabiskan waktu di warung, saya
kembali ke penginapan dan beristirahat sejenak karena memang masih kurang tidur
sejak dari perjalanan Jakarta menuju Malang (atau memang cuacanya yang
mendukung buat tidur ^_^).
 |
Siang hari di Desa Ngadas |
 |
Kabut mulai turun |
Singkat cerita,
malam hari saya lewatkan dengan bertukar cerita dengan keluarga Pak Mul sembari
menonton tv, tidak banyak kegiatan yang dapat dilakukan terlebih di Desa Ngadas
sinyal hp tidak ada sama sekali, hanya tersedia provider CDMA
"Ceria". Saya pun harus istirahat lebih awal karena pagi-pagi sekali
akan menuju Pananjakan untuk mengejar sunrise. Perjalanan dari Ngadas menuju
Pananjakan memakan waktu sekitar kurang lebih 1 jam, memang lebih dekat dari
Cemoro Lawang, jika dari Desa Ngadas akan melewati Padang Savana terlebih
dahlu, Pasir Berbisik, baru kemudian Kawah Bromo. Jika dari Cemoro Lawang,
kebalikannya.
Rasanya berat
meninggalkan kasur saat dibangunkan pagi-pagi buta, apalagi udara dingin yang
menusuk sampai ke tulang membuat tubuh tidak ingin keluar dari balik selimut.
Tapi saya harus memanfaatkan waktu singkat dengan sebaiknya, Bu Mul pagi itu
sudah menyiapkan teh hangat lantas menyuruh saya untuk mencuci muka supaya
lebih segar. Dan yaaaaa, cuci muka dengan air dingin di pagi-pagi buta langsung
bikin mata melek parah, otot-otot yang semula lemas rasanya kaget dibangunkan
seketika, setelah menikmati teh hangat di perapian dapur saya dan Pak Mul
langsung menuju Pananjakan menggunakan jeep. Saat tiba di Pananjakan, kabut
masih terlalu tebal, dan benar saja, akibatnya pagi itu sunrise kurang
kelihatan menarik karena tertutup awan, walau begitu, tidak sama sekali
mengurangi kemegahan Bromo yang terlihat dari Pananjakan. Setelah dari
Pananjakan, saat matahari sudah bersinang terang, saya melanjutkan perjalanan
dengan Pak Mul menuju Kawah Bromo, suasana berbeda dengan di Pananjakan karena
disini terlihat lebih ramai sedangkan saat saya di Pananjakan hanya terlihat
beberapa pasangan wisatawan mancanegara beserta dengan pemandu mereka.
 |
Selamat pagi dari Pananjakan |
 |
View sekitar Pananjakan |
 |
Kawah Bromo |
 |
Pagi hari mulai terlihat ramai di kawasan Kawah Bromo |
 |
Gunung Batok, tepat berada disebelah Kawah Bromo |
 |
Lautan Awan |
Matahari sudah
menampakkan diri, udara dingin yang menusuk tulang berangsur menghangat,
disekitar parkiran jeep banyak terdapat penjual minuman atau makanan mulai dari
teh, kopi, jahe hangat, mie instant dan lainnya. Dari parkiran jeep para
wisatawan harus berjalan terlebih dahulu untuk menuju kawah bromo, atau bisa
juga dengan menyewa kuda dengan didampingi oleh pemiliknya, harganya bervariasi
tergantung nego, mulai 70 ribu sampai 100 ribu yang akan mengantar wisatawan
sampai ke kaki kawah.
 |
View dari puncak kawah |
 |
Kawah Bromo |
 |
Para pencari rezeki diatas awan |
 |
Puncak Kawah Bromo |
 |
Wisatawan mulai ramai berdatangan |
Setelah menghabiskan waktu di puncak kawah, saya segera turun guna menghemat waktu karena pada hari itu juga saya harus segera kembali ke Jakarta. Pak Mul sudah menunggu di parkiran jeep, sehabis menikmati segelas jahe hangat kami kembali menuju rumah Pak Mul melewati pasir berbisik dan padang savana, sedangkan saya hanya menyempatkan diri berhenti sebentar di padang savana saja.
 |
Parkiran jeep |
 |
Bukit Teletubbies |
 |
Jalan menuju padang savana |
 |
Padang savana |
Sesampai dirumah Pak Mul makanan sudah disiapkan oleh Bu Mul, segera setelah makan saya mulai berkemas menyiapkan barang untuk kembali pulang, sebenarnya masih ingin berlama-lama di Desa Ngadas, tetapi lagi-lagi waktu yang tidak memungkinkan pada saat itu. Yah, mudah-mudahan suatu waktu nanti bisa kembali menikmati kesejukan Desa Ngadas dan keramahan keluarga Pak Mul. Setelah berpamitan, saya diantarkan oleh Pak Mul menuju Stasiun Malang untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta. Semoga bertemu kembali.
Kalau boleh tahu nomor hp pak mul? Trims
BalasHapus0828-9529-7127/0828-3396-641 (bu mul, istrinya pak mulyadi)
Hapus